BANDAR LAMPUNG (Lampost):
Kompetensi kepala sekolah di Lampung perlu dikaji ulang. Lima kompetensi yang seyogianya dimiliki kepala sekolah, yaitu kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial, masih lemah.
Hal tersebut dikatakan Pengawas Sekolah Provinsi Lampung, Suparji, di kantornya, Rabu (8-10). Menurut dia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah menjelaskan kepala sekolah harus memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Namun, secara umum, kompetensi kepala sekolah di Lampung masih lemah.
"Kepala sekolah masih perlu banyak belajar, terutama pemahaman kurikulum, administrasi, dan penguasaan terhadap lima kompetensi ini," kata dia.
Dalam permendiknas itu dijelaskan untuk menjadi kepada sekolah harus memenuhi syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimal S-1 kependidikan atau nonkependidikan dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Selanjutnya, berusia maksimal 56 tahun, sudah menjadi guru minimal selama lima tahun (untuk kepala TK/RA minimal tiga tahun), pangkat minimal III/C dan memiliki sertifikat calon kepala sekolah. Apabila ada beberapa calon kepala sekolah yang memenuhi syarat, dinilai dari daftar urut kepangkatan tertinggi.
"Seyogianya, juga ada rekomendasi dari pengawas pembina," ujarnya.
Bagi tenaga kependidikan yang duduk di struktural Dinas Pendidikan, harus mengikuti prosedur yang sama, yaitu menjadi guru lebih dahulu dan miliki sertifikat calon kepala sekolah.
Dia mengakui di lapangan masih ditemukan pengangkatan kepala sekolah yang melanggar permendiknas. Pengawas sekolah hanya bertugas membina dan memberi masukan kepada kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kompetensi kepala sekolah. Sedangkan kebijakan pengangkatan kepala sekolah adalah wewenang Dinas Pendidikan di setiap daerah.
"Ya, diakui masih ada pengangkatan kepala sekolah yang tidak sesuai dengan Permen Nomor 13 Tahun 2007, tapi itu di luar wewenang kami. Itu bergantung pada kebijakan setiap daerah," kata dia.
Pihaknya hanya memberi saran dan masukan agar perekrutan kepala sekolah sesuai dengan Permendiknas Nomor 13/2007. Sebab, kompetensi kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Suparji juga mengimbau para guru lebih arif dan bijaksana dalam menilai kemampuan dan kompetensi diri sehingga bagi guru yang memang belum mampu menjadi kepala sekolah jangan memaksakan diri untuk menjadi kepala sekolah.
Menurut dia, di Lampung terdapat sekitar 1.015 pengawas sekolah, di tingkat provinsi 12 orang dan selebihnya tersebar di kabupaten/kota masing-masing. Pengawas sekolah tingkat provinsi berkoordinasi dengan pengawas sekolah kabupaten/kota dalam membina kepala sekolah.
Selain menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah, pengawas sekolah juga memberikan masukan secara personal. Beberapa pelatihan yang diselenggarakan tentang kurikulum, konseling, administrasi, kesiswaan, ketenagaan, perlengkapan pendidikan, keuangan, magang dan lain sebagainya.
"Pelatihan dan saran sering diberikan pengawas sekolah, selanjutnya bergantung pada kepala sekolahnya, ada yang menindaklanjuti saran itu, tetapi ada juga yang mengabaikan," kata dia. RIN/N-1
Dengan adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Konsultan Pendidikan Elizabeth Sweeting, Muhlisoh, Furaidah, dan Supriyono Koes dan rekan-rekannya membuat studi tentang peran kepala sekolah dan komite sekolah, khususnya di sekolah yang sudah melaksanakan MBS dengan berhasil di daerah binaan MBE dan CLCC.
Tujuannya, sebagaimana dilansir di mbeproject.net, menemukan kunci keberhasilan sekolah tersebut agar disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain.
Menurut studi tersebut, kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen.
Pembaruan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut.
Manajemen terbuka menjadi transparan, bertanggung jawab, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat. Rencana sekolah dan RAPBS dipajangkan untuk dilihat semua pihak.
Banyak kepala sekolah yang dikunjungi selama studi, telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan. N-1
Hal tersebut dikatakan Pengawas Sekolah Provinsi Lampung, Suparji, di kantornya, Rabu (8-10). Menurut dia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah menjelaskan kepala sekolah harus memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Namun, secara umum, kompetensi kepala sekolah di Lampung masih lemah.
"Kepala sekolah masih perlu banyak belajar, terutama pemahaman kurikulum, administrasi, dan penguasaan terhadap lima kompetensi ini," kata dia.
Dalam permendiknas itu dijelaskan untuk menjadi kepada sekolah harus memenuhi syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimal S-1 kependidikan atau nonkependidikan dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Selanjutnya, berusia maksimal 56 tahun, sudah menjadi guru minimal selama lima tahun (untuk kepala TK/RA minimal tiga tahun), pangkat minimal III/C dan memiliki sertifikat calon kepala sekolah. Apabila ada beberapa calon kepala sekolah yang memenuhi syarat, dinilai dari daftar urut kepangkatan tertinggi.
"Seyogianya, juga ada rekomendasi dari pengawas pembina," ujarnya.
Bagi tenaga kependidikan yang duduk di struktural Dinas Pendidikan, harus mengikuti prosedur yang sama, yaitu menjadi guru lebih dahulu dan miliki sertifikat calon kepala sekolah.
Dia mengakui di lapangan masih ditemukan pengangkatan kepala sekolah yang melanggar permendiknas. Pengawas sekolah hanya bertugas membina dan memberi masukan kepada kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kompetensi kepala sekolah. Sedangkan kebijakan pengangkatan kepala sekolah adalah wewenang Dinas Pendidikan di setiap daerah.
"Ya, diakui masih ada pengangkatan kepala sekolah yang tidak sesuai dengan Permen Nomor 13 Tahun 2007, tapi itu di luar wewenang kami. Itu bergantung pada kebijakan setiap daerah," kata dia.
Pihaknya hanya memberi saran dan masukan agar perekrutan kepala sekolah sesuai dengan Permendiknas Nomor 13/2007. Sebab, kompetensi kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Suparji juga mengimbau para guru lebih arif dan bijaksana dalam menilai kemampuan dan kompetensi diri sehingga bagi guru yang memang belum mampu menjadi kepala sekolah jangan memaksakan diri untuk menjadi kepala sekolah.
Menurut dia, di Lampung terdapat sekitar 1.015 pengawas sekolah, di tingkat provinsi 12 orang dan selebihnya tersebar di kabupaten/kota masing-masing. Pengawas sekolah tingkat provinsi berkoordinasi dengan pengawas sekolah kabupaten/kota dalam membina kepala sekolah.
Selain menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah, pengawas sekolah juga memberikan masukan secara personal. Beberapa pelatihan yang diselenggarakan tentang kurikulum, konseling, administrasi, kesiswaan, ketenagaan, perlengkapan pendidikan, keuangan, magang dan lain sebagainya.
"Pelatihan dan saran sering diberikan pengawas sekolah, selanjutnya bergantung pada kepala sekolahnya, ada yang menindaklanjuti saran itu, tetapi ada juga yang mengabaikan," kata dia. RIN/N-1
Dengan adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Konsultan Pendidikan Elizabeth Sweeting, Muhlisoh, Furaidah, dan Supriyono Koes dan rekan-rekannya membuat studi tentang peran kepala sekolah dan komite sekolah, khususnya di sekolah yang sudah melaksanakan MBS dengan berhasil di daerah binaan MBE dan CLCC.
Tujuannya, sebagaimana dilansir di mbeproject.net, menemukan kunci keberhasilan sekolah tersebut agar disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain.
Menurut studi tersebut, kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen.
Pembaruan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut.
Manajemen terbuka menjadi transparan, bertanggung jawab, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat. Rencana sekolah dan RAPBS dipajangkan untuk dilihat semua pihak.
Banyak kepala sekolah yang dikunjungi selama studi, telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan. N-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar